Keberanian (bagian I)

Berani itu baik. Ia membuang jauh-jauh perasaan inferior. Namun, ia tidak bisa dibeli. Tidak bisa pula diwariskan. Lalu, bagaimana cara memperolehnya? Kalau manusia ingin punya keberanian, paling tidak dia harus punya dua sikap. Pertama, yakin dirinya berharga. Kedua, menerima dirinya apa adanya. Kedua sikap ini akan menjadikan manusia berani menghadapi berbagai tantangan hidup, termasuk melakukan otokritik. Satu tantangan hidup manusia adalah memerintahkan yang baik dan mencegah yang buruk. Istilah kerennya: amar makruf dan nahi munkar. Tentang ini, Rasulullan saw bersabda: Jihad yang paling utama adalah berkata yang hak di hadapan pemimpin yang zalim. (HR. Ibnu Majah, Ahmad, Thabrani, dan Baihaqi).  Maka secara teoritis orang yang bisa melakukan ini adalah mereka yang merasa dirinya berharga. Permasalahannya, kapan manusia merasa dirinya berharga? Konon ketika mereka merasa berguna buat orang lain. Kalau sudah begini, mereka yakin bisa berkontribusi terhadap orang lain. Ternyata keberanian terkait dengan keinginan untuk berkontribusi terhadap orang lain (bersambung).

(10/12/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *