Patriot (bagian III)

Warga Indonesia yang pernah tinggal di luar negeri enam bulan atau lebih akan merasa rindu dengan tanah air. Mereka berupaya secepatnya pulang kampung.  Sesampainya di kampung, mereka berusaha  pula mempertahankan hak milik mereka dari godaan pembeli yang tergolong pemodal besar asal luar negeri. Usaha ini tidak mudah. Namun, ia merupakan bibit patriotisme. Ia bisa berkembang menjadi usaha mempertahankan tanah air dari gempuran kekuatan modal asing. Yang terakhir ini perlu diperhatikan secara serius. Contoh kecil, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) makanan. Ia sudah jadi korban pemerasan pemodal besar asal luar negeri. Kalau menggunakan jasa Go Food atau Sophie Food, mereka konon harus membayar fee 3,5-5% dari transaksi dengan konsumen. Istilahnya biaya aplikasi. Maka keinginan mereka untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sepenuhnya terpuaskan. Padahal mereka juga menjalankan firman Allah: Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan meminta kamu untuk memakmurkannya…(QS. Hud: 61). Lalu, siapa yang bisa membela para patriot ini? Bisakah pemerintah? (habis).

(06/12/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *