Belajar (bagian III)

Kita punya dua kehidupan: nyata (real) dan maya (virtual). Dalam kehidupan nyata kita dilarang untuk berdusta. Tetapi, kehidupan maya memfasilitasi kita berdusta. Semakin sering kita menempuh kehidupan maya, semakin sering pula kita saksikan ekspresi palsu. Bagi sebagian besar orang ini jadi masalah. Soalnya, perasaan manusia sulit diajak berdusta. Sulit pula menerima dusta. Maka kita harus sesedikit mungkin menjalani kehidupan maya. Allah berfirman:  Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mukminun: 115). Mungkin ada yang berkomentar, daripada repot membagi waktu, kenapa tidak sekalian saja cabut dari kehidupan maya? Tidak bisa! Teknologi sudah menciptakannya. Hasil ciptaan itu makin lama makin canggih. Dunia bisa dalam genggaman manusia yang memegang smart phone. Berbagai urusan bisa diselesaikan oleh berbagai aplikasi dalam sekejap. Kita akan tertinggal kalau tidak memanfaatkannya. Kita pelajari dan hindari saja dusta yang dihasilkannya. Agar kita tetap memperoleh kebenaran (habis).

(30/11/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *