Waktu (bagian I)

Menghargai waktu sudah diajarkan sejak kita masih kecil. Contoh sederhana: tidak boleh telat masuk kelas. Tidak boleh telat makan. Memang tidak boleh telat ini dan itu mendidik kita berdisiplin. Namun, ia membantu kita menghargai masa sekarang. Masa sekarang adalah realitas. Ia berhubungan dengan masa lalu dan masa datang. Peristiwa yang terjadi sekarang tidak pernah berdiri sendiri. Ia memiliki kaitan dengan masa lalu dan akan memproses masa depan. Maka kita diharapkan bisa menangkap kewajiban atas waktu. Setidaknya terdapat dua kewajiban penting. Pertama, tidak membiarkan waktu kosong. Soal ini Rasulullah saw bersabda: Dua nikmat Allah yang tertipu olehnya kebanyakan manusia; nikmat sehat dan nikmat waktu luang (HR. Bukhari dan Ibnu Abbas). Ini menunjukkan, ketika sepi dari kesibukan dunia, kita kerjakan  urusan akhirat. Kedua, merenung untuk memperoleh kesadaran tentang kebaikan orang di masa lalu. Hasilnya, misalnya, ternyata ayah, kakek dan buyut kita dulu sudah merintis dan berdoa untuk kesuksesan kita. Kalau memang begini, tentu kita harus menghargai para orang-orang tua dulu (bersambung).

(23/11/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *