Etika (bagian III)

Dulu, orang biasa adalah yang tidak terlilit hutang. Bebas merdeka. Tidak melanggar Undang-Undang dan Kode Etik. Namun, sekarang ciri-ciri di atas sudah menjadi karakteristik orang luar biasa. Soalnya, orang biasa sekarang biasa berhutang. Mencicil kredit tiap bulan merupakan rutinitas. Orang biasa juga harus berafiliasi dengan kelompok tertentu sebagai jaminan hidup sejahtera. Seorang patron juga mencari dukungan. Orang biasa tidak setakut dulu melanggar UU dan Kode Etik.  Kalau sudah begini, apakah masih perlu membahas etika? Tetap perlu karena ia bisa menjamin terciptanya masa depan bersama yang baik. Tentang hal ini, Rasulullah saw bersabda: Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu (HR. Ali Bin Abi Thalib). Anak-anak akan menjalani masa depannya bersama makhluk lain. Orang tua perlu menunjukkan jalan yang akan ditempuh. Mereka tidak bisa mengelak dari kewajiban itu. Kewajiban ini sering kali disebu etika masa depan. Etika sekarang untuk masa depan (habis).

(22/11/2022). 

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *