Etika (Bagian I)

Bermula dari hak. Lalu muncul kewajiban. Hak dan kewajiban sambung-menyambung. Untuk mengatur pelaksanaanya, diperlukan konstitusi dan undang-undang. Khusus untuk melaksanakan kewajiban, aturan yang bersumber dari hati nurani atau kalbu dianggap lebih utama. Dengan mematuhi suara kalbu, manusia merasa bertanggung jawab di hadapan dirinya sendiri. Dia merasa malu kalau tidak mematuhi suara kalbunya. Maka mematuhi suara kalbu konon dianggap sebagai sebuah keutamaan. Keutamaan inilah yang dibahas dalam etika. Manusia yang mematuhi etika dianggap utama, berakhlak baik. Namun etika sendiri konon terbagi dua: etika kewajiban dan etika keutamaan. Etika kewajiban menjawab: apa yang harus saya kerjakan? Etika keutamaan menjawab: saya harus menjadi orang yang bagaimana? Jawaban kedua pertanyaan ini sudah disiapkan Allah, sebagaimana firman-Nya: Alif lam mim. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS. Al Baqarah: 1-2). Artinya, Al Qur’an bisa jadi petunjuk manusia agar memperoleh keutamaan, menjadi baik. (bersambung).

(20/11/2022).

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *