Kejenuhan (bagian III)

Keteraturan sering kali dituduh sebagai sumber kejenuhan. Namun, keteraturan itu tidak berlaku begitu saja. Ia merupakan jalan yang disiapkan untuk kelancaran sebuah profesi. Ia sudah dirumuskan dan dibiasakan dalam waktu yang relatif lama.  Lihatlah, dalam lingkungan masyarakat ilmiah berlaku nilai-nilai yang berdasarkan nalar. Peneliti mencari kebenaran menggunakan hukum-hukum obyektif. Dalam lingkungan pengusaha, kepercayaan menjadi sangat penting. Seorang pengusaha tidak akan berbisnis dengan orang yang tidak bisa dipercaya. Dalam lingkungan  wartawan, realitas di lapangan menjadi bahan dasar penulisan berita. Bertolak dari realitas itulah kemudian wartawan mencari narasumber untuk konfirmasi realitas. Maka kita harus realistis menghadapi keteraturan itu. Allah mengakui aturan-aturan itu, sebagaimana firman-Nya:  Demi langit yang mempunyai jalan-jalan (QS. Az Zariyat: 7). Jalan-jalan itu harus ditempuh demi mencapai tujuan. Kalau kejenuhan itu muncul saat mengikuti aturan itu, misalnya karena kita tertekan, ada yang salah pada sikap kita. Kita perlu mengoreksi sikap:  aturan itu konsekuensi. Konsekuensi setelah menjalankan sebuah profesi. Bukan imbalan karena memilih profesi itu (habis).

(13/11/2022). 

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *