Perasaan Ketinggalan (bagian I)

Seorang pelancong dan seorang dokter sama-sama tidak ingin merasa ketinggalan. Namun, objeknya berbeda. Dokter berusaha mengadopsi teknik mutakhir dalam memeriksa pasiennya. Dia mengikuti perkembangan ilmu kedokteran untuk mendukung pelaksanaan profesinya. Seorang pelancong butuh informasi mutakhir yang akurat sebelum berkunjung ke suatu tempat. Berbekal informasi itu, dia menyiapkan diri. Maka dokter dan pelancong sama-sama mengidentifikasi diri tentang yang ketinggalan pada dirinya. Untuk apa?  Untuk melengkapinya agar selamat dan sukses. Usaha ini bagus, sebagaimana diisyaratkan oleh sabda Rasulullah: Bahagialah orang yang sibuk memperhatikan aib diri sendiri ketimbang memperhatikan aib-aib orang lain. (HR Al-Tirmidzi dan Ibn Majah). Sesungguhnya, perasaan ketinggalan itu berkaitan dengan eksistensi diri. Orang merasa minder kalau ketinggalan dari orang lain. Seorang selebriti merasa belum eksis kalau, katakanlah, belum berkunjung ke Central Park, New York. Dia pun tidak ragu membelanjakan uang untuk bisa ke sana. Maka pembahasan tentang perasaan ketinggalan menuntut perspektif yang lebih luas (bersambung).

(04/11/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *