Demikianlah pesan penting Teuku Umar (1854-1899) yang diabadikan di pintu gerbang makamnya, di Kampung Mugo, hulu Sungai Meulaboh. Usai berpesan, dia dan pasukannya menyerang Belanda. Namun, belum lama berperang di perbatasan Meulaboh, dia tertembak mati. Rakyat Aceh berduka. Istrinya, Cut Nyak Dien, juga berduka. Merenungi ucapannya itu, kita mengerti, Teuku Umar tahu persis risiko menyerang Belanda: menang atau kalah. Kalau menang, dia dan pasukannya bisa minum kopi di Meulaboh. Kalau kalah, dia bisa tertembak dan mati. Maka kematian merupakan risiko kekalahannya. Dia tidak gentar. Baginya kematian adalah risiko hidup, sebagaimana firman Allah: Setiap jiwa akan merasakan kematian (QS. Ali ‘Imran: 183). Namun, dia ingin menjalani kematiannya dengan gembira. Ya, berperang bagi Teuku Umar merupakan kegiatan yang menggembirakan. Dia sudah berperang sejak berumur 24 tahun. Selama berperang, dia menggunakan berbagai strategi. Satu di antaranya membelot ke Belanda. Setelah itu, dia kembali menyerang Belanda. Dari pembelotan itu, dia dan pasukannya konon berhasil merampas 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kilogram bubuk mesiu, 5 ton timah, dan uang 18.000 gulden.
(23/10/2022)