Penulis tidak pernah menanyakan perasaan kawan seperjalanan. Namun, penulis tak berhenti berdoa agar selamat sampai di Meulaboh. Sejam perjalanan dari Takengon, jalanan sudah sepi. Jalan dinaungi hutan. Ternyata kami berjalan menyusup hutan. Jalannya mulus, tapi sempit. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Yang ada hanya tanda-tanda alam. Sesekali terlihat tanda-tanda lalu-lintas. Ini membantu agar darah kami tidak berdesir saat menghadapi tikungan tajam saat mendaki dan menurun. Agar mata kami tetap terbuka melihat jurang dalam pada satu sisi jalan. Maka kami harus tetap terbangun dan berjaga-jaga. Lengah sedikit saja, kami bisa terperosok ke jurang dalam. Namun, kewaspadaan itu terbayar oleh pemandangan indah di sepanjang lereng Gunung Singgah Mata (berbeda dengan gunung di daerah lain, di sini lereng gunung dijadikan jalan raya). Gunung ini terletak di dua kabupaten: Aceh Tengah dan Nagan Raya. Setelah istirahat dua kali dan bersusah payah menguras tenaga dan konsentrasi, akhirnya kami sampai di Meulaboh pukul 1 pagi. Alhamdulillah. Kami lega. Kami ungkapkan rasa syukur ini dengan lantang. Ini sesuai dengan firman Allah: Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau menyebut-nyebutnya (QS. Al-Duha: 11).
(22/10/2022)-habis.