Society 5.0

Pemerintah sudah mengadopsi society 5.0 dalam rencana strategisnya. Apakah masyarakat awam paham dengan istilah society 5.0? Seperti biasa, pemerintah beranggapan kelak masyarakat akan mengerti sendiri. Pemerintah merasa tak perlu mengajari masyarakat konsep yang terkandung dalam istilah society 5.0. Yang penting baginya, Indonesia tidak ketinggalan dibandingkan negara lain. Indonsia pun merasa pantas jadi anggota negara G-20. Tahun 2022 Indonesia bahkan menjadi presidensi negara G-20. Tekad untuk tidak pernah ketinggalan tentu saja baik. Namun, tekad itu harus diikuti oleh pembelajaran dan penghayatan yang benar tentang society 5.0. Persoalannya, apakah pemerintah paham betul society 5.0 merupakan penyempurnaan dari industri 4.0? Kalau paham, kenapa Indonesia tidak meniru negara yang melahirkan society 5.0, Jepang, yang menggunakan society 5.0 sebagai pendekatan yang lebih terfokus pada manusia (human centered society)? Kenapa Indonesia tidak menjadikan society 5.0 untuk menjaga peradaban dan keberadaban manusia? Untuk keluar dari kemelut ini, tentu saja pemerintah harus bekerja keras. Kalau niat pemerintah tulus, tentu Allah akan membantu, sebagaimana firman-Nya: Dan Dia selalu bersama kalian, dimana saja kalian berada (QS. Al Hadid: 4).

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *