Respek

Rasanya kita tidak pernah mengenal nama itu dalam pergaulan sosial kita. Mendadak sontak dia jadi terkenal dan menjadi pembicaraan banyak orang. Kita terkesima. Sepertinya kita tidak pernah melihat tetangga itu berceramah di lingkungan kita sendiri. Tiba-tiba dia menjadi penceramah kondang di seantero nusantara. Kita pun kaget. Itulah yang terjadi di era masyarakat informasi. Berkat penguasaan informasi, seorang manusia bisa menjadi terkenal dan diundang berceramah. Maka masyarakat informasi bisa meciptakan perubahan masyarakat secara spektakuler. Berkat perubahan itu, ada yang mengaku tidak butuh guru lagi. Soalnya, dia bisa memperoleh pengetahuan apa saja melalui media sosial, media interaktif, dan media online. Namun, dia tetap saja harus respek pada guru dan manusia lain. Soalnya, respek pada orang lain merupakan salah satu unsur dari humanisme. Orang yang tidak respek pada orang sebenarnya sedang mengalami proses dehumanisasi. Kecuali itu, respek pada orang lain juga untuk memelihara amanah Allah. Soalnya, Allah pernah berfirman: Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-Tin: 4).

(15/09/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *