Metaverse

Semuanya seperti menjadi rutin saja. Kita mencari informasi lewat mesin. Memasukkan kata kunci, lalu muncul apa yang kita cari. Kita menggunakan sebuah aplikasi lewat gadget, kemudian urusan kita beres. Yang rutin itu tampaknya seperti kejadian biasa saja. Namun, ketika muncul buku Matinya Kepakaran karya Tom Echols tahun 2018, barulah kita kaget. Ternyata ada akibat buruk dari yang kita anggap biasa itu. Orang yang terbiasa mengandalkan mesin pencari informasi berbasis internet itu sok tahu. Mereka tidak memiliki argumen berdasarkan prinsip dan data. Anehnya, mereka merasa bisa mengalahkan para ahli.  Mereka menafikan peran guru. Ini mendurhakai Allah. Soalnya, Allah pernah berfirman: Bertanyalah kepada orang yang punya pengetahuan, kalau kamu tidak tahu (QS. An Nahl: 43). Kini muncul metaverse, internet yang ditingkatkan. Ia memungkinkan kita keluyuran secara virtual:  menonton konser virtual dan melihat karya seni digital. Ia bisa menciptakan kemampuan berteleportasi dari satu pengalaman ke pengalaman lainnya. Luar biasa. Kita diuji dengan berlimpahnya nikmat teknologi.

(06/09/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *