Tolak Komunisme

Allah pernah berfirman: Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al-Insyirah: 5). Ayat ini meyakinkan kita untuk selalu optimisme dalam menghadapi kehidupan. Makna ayat ini seolah tercermin dalam perjalanan sejarah bangsa kita. Setelah menderita lahir batin dijajah asing, bangsa kita merdeka. Kita senang. Menyusul terlalu lamanya orde lama berkuasa, kita kembali menderita. Muncul orde baru. Kita juga senang. Ternyata pada ujung orde baru kita menderita pula. Ia tumbang dan digantikan orde reformasi. Begitulah, bangsa kita memiliki sejarah kebangsaan yang sangat panjang. Catatan sejarah itu telah menggoreskan berbagai pengalaman yang sangat pahit dan menyakitkan. Wajar kalau kita menolak kehidupan kelam masa lalu itu. Satu penyebab penderitaan bangsa kita di masa lalu adalah komunisme. Penganut paham ini biasanya aktif di PKI. PKI pernah melakukan pemberontakan terhadap Indonesia sebanyak dua kali: 18 September 1948 di Madiun dan 30 September 1965 di Jakarta. Kedua pemberontakan itu melahirkan tragedi kemanusiaan yang besar. Tentu kita tak ingin bangsa ini mengalami tragedi kelam itu lagi. Maka kita harus menolak komunisme dan menolak pula kegiatan politik komunis.

(30/09/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *