Eksistensi

Niklas Luhman pernah berkata: Seseorang tidak eksis kalau tidak berkomunikasi. Seorang individu hanya bisa eksis kalau berkomunikasi. Persoalannya lantas, bagaimana kalau seseorang diam saja tapi minta orang lain yang bicara atas namanya? Apakah dia sudah dianggap eksis? Atau dia malah dianggap mengganggu ketertiban? Ambil contoh: Lukas Enembe. Sejak KPK menetapkannya sebagai tersangka penerima gratifikasi oleh KPK, dia diam saja. Sampai 28/09/2022, dia belum bicara. Yang bicara adalah pengacara dan dokter pribadinya. Pembicarannya sudah melebar kemana-mana. Sampai ke pergantian Gubernur Papua oleh Paulus Waterpau, yang sekarang menjadi Penjabat Gubernur Papua Barat. Padahal dunia Enembe terguncang. Dia bisa kehilangan jabatannya. Eksistensinya dihadapkan pada kehampaan. Namun, dia tetap merdeka. Dia bebas memilih kemungkinan-kemungkinan. Salah satu kemungkinan itu adalah: menyadari keterbatasan eksistensinya sebagai hamba Allah. Dalam keadaan begini, kita sarankan Enembe untuk memperoleh kekuatan. Ini sesuai dengan firman Allah: Dan Tuhan berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina (QS. Ghafir: 60).

(28/09/2022)

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *