Pengendalian Diri

Dalam menjalani kehidupan, kita sering kali merasa jengkel. Jengkelnya bisa beraneka ragam. Mulai dari jengkel kepada lingkungan, anggota keluarga hingga pemerintah. Pelampiasan kejengkelan itu juga beraneka gaya, sejak dari melalui media sosial, tulisan, lisan sampai lukisan. Tentu tidak ada yang melarang kita melampiaskan kejengkelan itu. Bukankah kita human free will? Namun, ada kendala yang bisa menghambat pelampiasan itu, yakni nalar dan nurani yang kita miliki. Kalau keduanya memberi konfirmasi, silakan dilampiaskan. Kalau tidak, lebih baik jangan. Bukan mustahil kelak akan menimbulkan masalah baru. Di atas itu ada norma agama. Sebuah sabda Rasulullah berbunyi: Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat (HR. Al-Bukhari, Muslim). Maka dibutuhkan pengendalian diri. Sampai di sini, kita berurusan dengan kemampuan bertindak positif secara mandiri. Kemampuan ini tidak dibawa malaikat dari langit. Ia lahir melalui pergulatan kita dengan kondisi sosial dan budaya yang ada.

(27/10/2022).

Author: Ana Nadhya Abrar

Gagal menjadi jurnalis profesional, tapi berhasil meraih jabatan profesor jurnalisme. Itulah peruntungan hidup Prof. Ana Nadhya Abrar, M.E.S., Ph.D. yang dikukuhkan sebagai guru besar Jurnalisme di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Maret 2022. Di samping mengajar jurnalisme, dia juga rajin menulis. Selain ratusan artikel dan kolom untuk media massa, dia juga telah menulis dan menyunting puluhan buku. Penulisan biografi adalah spesialisasinya sebagaimana tergambar dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi”. -Hasril Caniago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *